Jumat, 02 April 2010

Maafkan ayah, anakku


"Jok, khusu' banget sich kaya' nya kamu, lagi njaluk opo to?" tanya seorang jamaah kepadaku.
"Aduh....ndak kok, Mas?" dengan aga' sedikit gugup aku menjawabnya.
"Kalau begitu kamu pasti ada kepikiran sesuatu sing cukup mengganjal, iya...to?"
"Ingih.. betul mas, begini lho...mas, tadi sewaktu aku pulang dari kerja di rumah itu kan ada ikan kecil-kecil dan sebagian ada yang sudah mati, terus aku tanya sama anakku, ikan itu dari mana, ternyata anakku menjawab bahwa ikan itu dari temennya." tiba-tiba beliau ini menyela.

"Lha...yen ngono kan sudah beres, tanya dibalas dengan jawab!"

"Bukan disitu masalahnya sebab aku curiga, ikan ini tidak diberi temannya tapi anaku beli, iseng saja aku iyakan jawaban anaku, lalu aku nyuruh istriku untuk tanya sebenarnya ikan itu dari mana, ternyata dugaanku benar mas, ikan itu didapat dari beli dan anaku bilang takut sama aku kalau bilang jujur nanti dimarahi ."aku berhenti sambil merenung kembali.

"Yeah....disinilah kita sebagai orang tua dituntut untuk bisa berkomunikasi dengan baik kepada anak sehingga yang ada bukannya anak merasakan ketakutan ketika melihat kita sebagai orang tua!" sahut beliau.

"Leres mas, aku merasa bersalah pasti ada sesuatu yang membuat anaku merasa takut kepadaku walaupun untuk sekedar menjawab dengan jujur atas apa yang ia kerjakan, padahal aku benci ketidakjujuran!"

"Nah...dengan begitu kamu sadar ada yang mestinya kamu rubah , misalnya mencoba mengurangi membentak anak, sehingga tidak ada rasa trauma takut dengan orang tua!"

"Nggih mas, saya menyesal!!"

0 komentar: