Senin, 10 Mei 2010

PUTUS SEKOLAH


Rutinitas bulananku untuk sungkem sekaligus mohon maaf dan minta do'a restu kepada Make di kampung agak berkesan luar biasa bulan ini.

Setelah lebih dua jam mengendarai sepeda motor dari Semarang menuju pinggiran kota Salatiga akhirnya sampai juga di depan rumah Make yang sangat sederhana, senyum dan pelukan hangat penuh kedamaian make terasa tak ingin aku lepaskan, setetes air mata kebahagiaan mengalir tanpa aku sadari dari mataku.

Suasana di dalam rumah make yang biasanya sepi saat ini ramai ternyata dua Pak Lek yang dari Jakarta datang, sebab harus mengurus putra-putranya yang akan mengambil surat kelulusan tentu juga dengan membereskan biaya - biaya yang menungga'.

Setelah bersalaman dan bersih-bersih kami sekeluarga duduk santai sambil menikmati teh tubruk buatan make yang terasa nikmat sekali mungkin karena ketulusan beliau dalam membuat dan menyajikan. Alhamdulillah...mak nyuss... rasanya....

Beberapa saat kemudian aku bertanya kepada Pak Lek. Kira-kira mau melanjutkan kemana putranya yang baru saja lulus SMP.
Alangkah terkejutnya aku mendengar jawaban Pak Lekku."Le...adikmu wis ben ora sekolah wae soale Pak Lekmu ini wis tuwo, ora sanggup mbiayani adikmu, ben ngewangi Bu Lekmu kerjo ning Jakarta." Kaget sekali aku mendengar jawaban beliau memang secara ekonomi mungkin pas-pasan beliau kerja di Jakarta di Pabrik Besi sementara Bu Leku kerja di Rumah Tangga namun dari usia sebenarnya belum terlalu sepuh.

Sejenak aku terbengong. Tapi buru-buru aku mengangguk-anggukan kepala, sebab putranya Pak Lekku ini dua yang satu juga lulusan STM dan yang satu SMP, mungkin beban beliau memang berat saat ini.

Sambil mempersilahkan menikmati hidangan puhung goreng dan ketela rebus, aku menyarankan kepada Pak Lek kalaupun tahun ini putranya harus putus sekolah tapi untuk tahun depan sebaiknnya kembali kesekolah tentunya persiapan untuk masuk sekolah dengan menabung selama setahun akan cukup. Untuk saat ini masuk setingkat SMU didesa make ini yang aku dengar sekitar 4 juta. Berakhir bincang-bincang kami ketika terdengar adzan magrib.

Malam harinya aku merenung ternyata kalau selama ini pemerintah terus mengkampanyekan sekolah gratis tapi kenapa masih ada anak-anak yang putus sekolah seperti putra Pak Lekku bahkan ada beberapa lagi yang juga tidak bisa melanjutkan karena faktor ekonomi.

Memang tidak bisa menyalahkan siapapun tapi hikmah yang bisa aku ambil adalah mempersiapan sesuatu jauh-jauh hari adalah modal yang penting, termasuk mempersiapakan biaya sekolah untuk anak-anak, sehingga mereka mampu meraih cita-citanya.

Mungkin management keuangan keluarga harus benar-benar diterapkan semaksimal mungkin.